Rasanya 2 Pria Hitam

Rasanya 2 Pria Hitam

0 0
Read Time:7 Minute, 13 Second

Rasanya 2 Pria Hitam – CeritaNakal kali ini datang dengan tema yang seperti agak-agak nyesss ya bacanya karena termasuk cerita NTR, simak ceritanya sekarang juga.

Setelah lulus SMA, aku memutuskan untuk melanjutkan studi di Amerika. Di sana, aku tinggal di sebuah apartemen milik saudara jauhku. Kebetulan, ada satu teman dari Jakarta yang juga tinggal bersamaku, jadi kami bisa berbagi biaya agar lebih hemat. Aku sebenarnya datang ke Amerika bersama pacarku, Wendy, tapi dia tinggal di apartemen lain bersama teman-temannya. Orang tuaku tidak setuju kalau kami yang masih pacaran tinggal serumah. Meski begitu, kalau ada kesempatan, kami sering diam-diam bertemu dan berhubungan intim, terutama saat kamar masing-masing sedang kosong.

Aku dan Wendy sudah berpacaran sejak kelas tiga SMA, tapi kami baru mulai berhubungan fisik setelah di Amerika. Wendy adalah gadis yang menawan, wajahnya secantik artis Asia Timur, dengan kulit putih bersih, tinggi sekitar 165 cm, tubuh langsing tapi berisi, dan rambut lurus panjang sebatas dada yang dicat merah. Kami menjalani hari-hari kuliah dan kehidupan anak muda di Amerika dengan penuh keceriaan hingga akhir tahun 2000.

Menjelang Natal, suasana di kota mulai meriah. Teman-teman sekamarku sudah pulang ke kampung halaman masing-masing, termasuk teman sekamarku dari Jakarta yang bergegas pulang karena ibunya sedang sakit. Aku dan Wendy juga berencana pulang ke Indonesia untuk libur akhir tahun, tapi kami kehabisan tiket pesawat dan terpaksa menunggu seminggu lagi. Selama masa tunggu itu, Wendy sering datang ke apartemenku, bahkan kadang menginap. Kami memanfaatkan waktu itu untuk menikmati kebersamaan, sambil menanti hari kepulangan kami ke Indonesia.

Beberapa hari sebelum kepulangan kami ke Indonesia, aku dan Wendy baru saja pulang dari taman hiburan. Kami tiba di apartemenku sekitar pukul sepuluh malam. Suasana di sekitar apartemen sudah sepi. Aku membuka pintu, tapi begitu masuk, kami terkejut melihat ruang tamu berantakan, seperti habis kemalingan. Tiba-tiba, aku mendengar suara gaduh dari arah kamarku. Dengan hati-hati, aku bergegas ke sana sambil memeriksa dapur untuk memastikan keadaan. Namun, saat aku mendobrak pintu kamar, belum sempat aku melihat apa yang terjadi, tiba-tiba kepalaku dipukul dari belakang hingga aku pingsan.

Aku tidak tahu apa yang terjadi setelahnya sampai akhirnya aku merasa tubuhku diguncang-guncang seseorang. Ketika sadar, aku mendapati diriku terikat di sebuah kursi, mulutku disumpal kain sehingga aku tidak bisa bersuara. Di depanku berdiri seorang pria kulit hitam, tinggi besar, dan berkepala plontos. Di sisi lain, ada pria lain yang juga berkulit hitam, bertubuh agak gemuk. Yang membuatku panik dan marah adalah pemandangan di ranjangku: pria gemuk itu sedang memangku Wendy, yang saat itu hanya mengenakan bra dan celana dalam. Wendy menangis tersedu-sedu, tapi pria gemuk itu tidak peduli. Dia meremas-remas payudara Wendy yang masih terbungkus bra, menjilat lehernya, lalu berkata dengan nada mengancam, “Diam, jangan macam-macam, atau lehermu kupatahkan! Nurut saja kalau mau selamat!”

Pria plontos itu menoleh padaku dan berkata dengan nada mengejek, “Hei, sudah bangun, ya? Pacarmu lumayan juga. Kami pinjam dia sebentar, ya, baru pergi.” Dia menepuk pipiku dengan ringan, membuatku ingin memberontak, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa karena terikat. Lalu, dia mendekati Wendy dan berkata, “Oke, sayang, waktunya pesta. Ayo kita bersenang-senang!” Dia memaksa Wendy berlutut, menyuruhnya membuka celananya, dan melakukan tindakan tak senonoh.

Wendy, sambil menangis, memohon dengan putus asa, “Tolong, jangan perkosa saya! Ambil saja semua barang di sini!” Namun, sebelum dia selesai bicara, pria plontos itu menampar pipinya keras dan menjambak rambutnya. “Masukkan ke mulutmu, hisap, atau kubunuh!” katanya dengan kasar. Dengan wajah penuh air mata dan keputusasaan, Wendy terpaksa mematuhi. Pria itu memaksa Wendy untuk melakukan tindakan yang kini membuatku hanya bisa menatap dengan amarah dan ketidakberdayaan.

Sementara itu, pria gemuk tidak tinggal diam. Setelah melepas pakaiannya, dia berdiri di samping Wendy dan memaksanya menggunakan tangan untuk memuaskannya. Sekarang, Wendy berada dalam posisi yang mengerikan, dipaksa melayani kedua pria itu sekaligus, sementara aku hanya bisa menyaksikan dengan hati hancur.

“Mmm, emutan cewek Asia ini bener-bener enak, beda dari yang lain,” kata pria plontos itu dengan nada puas.

“Iya, kocokannya juga mantap, tangannya halus banget,” timpal pria gemuk sambil terkekeh.

Pria plontos itu akhirnya mencapai klimaks di mulut Wendy. Cairan putih kental memenuhi mulutnya, beberapa tetes menetes di sudut bibirnya seperti vampir yang baru saja minum darah. Wendy menelan semuanya dengan terpaksa, ketakutan oleh ancaman mereka. Setelah itu, mereka melepas bra dan celana dalam Wendy, membuatnya telanjang bulat. Terlihatlah payudara Wendy yang berukuran 34B dan bulu-bulu kemaluannya yang lebat.

Kali ini, pria gemuk duduk di pinggir ranjang dan menyuruh Wendy berjongkok di depannya, memintanya menggosokkan payudaranya ke alat kelaminnya sambil menjilati ujungnya. Wendy, dengan perasaan terpaksa, menggesekkan payudaranya dan melakukan apa yang diminta, membuat pria gemuk itu mendesah keenakan. Sementara itu, pria plontos berlutut paralel di bawah Wendy, menjilati area kemaluannya sambil memasukkan jarinya ke dalam, memperlakukannya dengan kasar.

Sekitar sepuluh menit kemudian, pria gemuk mencapai klimaks, cairannya mengenai wajah dan payudara Wendy. Tidak tahan dengan rasa itu, Wendy memuntahkannya. Melihat itu, pria gemuk marah besar. Dia menjambak rambut Wendy dan menampar pipinya hingga Wendy terjatuh ke ranjang. “Dasar pelacur, berani-berani buang air maniku! Kalau sekali lagi begitu, kurontokkan gigimu, dengar!” bentaknya dengan nada mengancam.

Amarahku memuncak melihat Wendy diperlakukan seperti itu. Aku meronta-ronta di kursi yang mengikatku, tapi ikatannya terlalu kuat. Hanya kursi itu yang bergoyang-goyang karena usahaku. Melihat reaksinya, pria gemuk menoleh padaku dan berkata dengan nada mengejek, “Kenapa? Tidak terima pacarmu kami pinjam? Sayangnya, sekarang kamu tidak bisa ngapa-ngapain! Ha ha ha!”

Mereka kembali menggerayangi tubuh Wendy dengan kasar. Pria gemuk itu membuka lebar kedua paha Wendy dan memaksa memasukkan alat kelaminnya ke dalam vaginanya. Ukurannya yang besar membuat Wendy meringis kesakitan, wajahnya menunjukkan penderitaan yang luar biasa karena lubangnya yang sempit. Sementara itu, pria plontos dengan ganas mencium Wendy, lidahnya memaksa masuk ke mulutnya sambil tangannya memilin-milin puting Wendy dengan kasar. Pria gemuk menggerakkan pinggulnya maju-mundur dengan cepat, tanpa mempedulikan isakan Wendy.

Beberapa menit kemudian, tubuh Wendy secara refleks memeluk pria plontos yang sedang menjilati payudaranya. Ia mencapai klimaks, lalu tubuhnya melemas kembali karena kelelahan. “Heh, baru kali ini kan lo ngerasain pria kayak kami? Enak, nggak? Jawab!” bentak pria gemuk sambil menarik rambut Wendy.

Karena ketakutan, Wendy dengan air mata berlinang menjawab pelan, “E… enak… enak sekali…”

“Lebih keras! Biar pacar lo denger pengakuan lo!” teriak pria plontos.

“Iya, saya suka bercinta dengan kalian!” jawab Wendy dengan suara lebih keras, walaupun penuh keputusasaan.

“Tuh, denger nggak apa kata pacar lo? Dia suka sama kami, ha ha ha!” ejek mereka berdua. Hatiku seperti mau meledak, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa, terikat kuat di kursi.

Kemudian, pria plontos memposisikan Wendy dalam gaya doggy style. Dengan brutal, ia memasukkan alat kelaminnya yang besar, sekitar 20 cm, ke dalam anus Wendy hingga terbenam seluruhnya. Wendy menjerit kesakitan, “Aaaah! Berhenti, tolong jangan!” Tapi mereka justru tertawa menikmati penderitaannya. Pria gemuk menimpali, “Sst, tenang, sayang. Jangan terlalu ribut, nanti kalau ada orang masuk, kita berdua yang celaka!”

Sekarang, Wendy dipaksa melayani pria gemuk di depan, sementara pria plontos terus menggenjot dari belakang. Payudaranya yang terekspos dimainkan oleh keduanya dengan kasar. Tak lama, pria plontos mencapai klimaks karena anus Wendy yang terlalu sempit. Dari mulut Wendy, yang dipenuhi alat kelamin pria gemuk, hanya terdengar suara rintihan tertahan, “Emhh… emhh…”

Mereka berganti posisi lagi. Kali ini, pria plontos memangku Wendy dari belakang, memasukkan alat kelaminnya ke dalam vagina Wendy. Ia menggerakkan pinggulnya naik-turun, dan Wendy, tanpa sadar, mulai mengikuti irama gerakan itu karena kelelahan dan keputusasaan. Pria plontos mengambil sekaleng bir dari kulkas, menuangkannya ke tubuh Wendy, lalu menjilat tubuhnya yang basah itu. Pria gemuk, sambil terus menggerakkan pinggulnya, menjilati leher Wendy yang jenjang, sementara tangannya meremas payudaranya yang kenyal.

Setelah pria gemuk selesai, pria plontos masih belum puas. Ia memiringkan tubuh Wendy, mengangkat kaki kanannya ke bahunya, dan mulai memasukkan alat kelaminnya dengan tusukan-tusukan keras ke dalam vagina Wendy. Wendy, yang sudah lemas, menggigit bantal untuk menahan rasa sakit dan nikmat yang bercampur. Wajahnya penuh air mata, memar akibat tamparan, tapi kedua pria itu tak peduli. Pria plontos terus menghujamkan alat kelaminnya tanpa ampun, sementara pria gemuk menjilati payudara Wendy, lidahnya bermain-main di putingnya.

Akhirnya, Wendy pingsan karena kehabisan tenaga. Mereka menyemprotkan cairan mani mereka ke tubuh Wendy yang tak berdaya, meratakannya hingga tubuhnya mengkilap. Yang lebih kejam, pria plontos bahkan mengencingi tubuh Wendy yang sudah tak sadarkan diri. Setelah puas, mereka menoleh padaku dan berkata dengan nada mengejek, “Hei, kami kembalikan pacar lo. Cantik sih, tapi sayang lemah banget, baru gitu aja udah pingsan. Tapi lumayan, servisnya memuaskan. Thanks, bro, bye!” Mereka lalu menghilang ke dalam kegelapan malam, membawa barang-barang curian dari apartemenku.

Sejak malam mengerikan itu, Wendy berubah. Ia sering termenung dan menangis sendirian, trauma atas apa yang dialaminya.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %

Average Rating

5 Star
0%
4 Star
0%
3 Star
0%
2 Star
0%
1 Star
0%